Dengan Google Buzz, kita bisa tahu informasi lokasi. Twitter sudah lama punya feature itu. Facebook bakal segera menerapkannya. Apa pentingnya, sih?
Kita makhluk dinamis. Sebagai manusia, bergerak menjadi salah satu aktivitas dasar kita. Berpindah lokasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Untuk itu, kita perlu panduan jalan dan lokasi.
Peta, direktori, dan buku panduan adalah gaya lama. Pada era serbacepat dan serba-mobile sekarang ini, kita butuh informasi tempat yang bisa diakses dari mana saja. Solusi online
Lahirlah situs-situs berbasis lokasi (location-based web services) di Amerika Serikat, seperti: Foursquare, Yelp, dan Gowalla. Tidak hanya populer, mereka juga sukses secara finansial. Inilah alasan Twitter, Google, dan Facebook latah mengikuti jejaknya.
Pengembang web Indonesia enggan ketinggalan. Buktinya, kini sudah hadir beberapa web lokal yang menyediakan informasi lokasi. Selain bertujuan melayani kebutuhan pengguna Internet, mereka juga mencium adanya potensi bisnis. Apa saja?
Simak cerita para “dalang” di balik tiga web lokal berbasis lokasi: LewatMana, Urbanesia, dan Koprol, berikut ini kepada InfoKomputer. (Erry FP) menjadi jawaban.
Rumah Thomas berlokasi di Bintaro. Tiap hari ia harus menyetir sendiri ke kantornya yang terletak di kawasan Mega Kuningan – Jakarta. Berangkat dan pulang kerja, ia kerap dilanda kebingungan untuk memilih rute. Apakah lewat Radio Dalam, Pakubuwono, Fatmawati, atau tol dalam kota? Thomas harus mengandalkan keberuntungan saja, berharap jalur yang ia pilih tidak dilanda kemacetan parah
Ilustrasi di atas rasanya tidak asing dialami warga dan komuter di kota-kota besar tanah air. Kala dihadapkan dengan beberapa pilihan rute mencapai tempat tujuan, sering timbul pertanyaan, “Lewat mana ya?”
Dari masalah, muncullah ide di benak Hendry Soelistyo. Pria lulusan University of Manitoba (Kanada) ini berpikir, alangkah enaknya kalau di jalan-jalan utama ada kamera untuk memantau kondisi lalu lintas. Setidaknya itu bisa jadi panduan untuk meminimalisasi kebingungan menentukan jalur. Jiwa bisnis yang ia miliki membuatnya maju dengan konsep layanan informasi lalu lintas online.
Muncullah situs LewatMana.com yang mengandalkan laporan teks, langsung dari pengguna jalan. Media Facebook dan Twitter menjadi pilihan sumber kontribusi utama. Seluruh kiriman akan dimoderasi oleh administrator sebagai proses filterisasi. Hanya informasi valid dan bermanfaat yang bakal di-retweet atau di-update kepada para followers/fans.
Nilai lebih LewatMana.com terletak pada fasilitas visual live report. Bentuknya jepretan foto dan rekaman video. Pihak pengelola kini telah memasang IP camera di 26 titik strategis (data akhir Februari. red), meliputi kota Jakarta, Depok, dan Tangerang. Laporan visual ini umumnya menyala 24 jam dan di-update secara berkala. Foto diperbaharui setiap 30 detik dan rekaman video sepanjang 8 detik diperbaharui setiap 2 – 3 menit. Akses pun tergolong gegas karena situs ini merumahkan data-datanya di server lokal IIX.
Ketika kita menyaksikan feature kamera tersebut, jika diperhatikan di sisi bawah tertera nama perusahaan, toko, atau lembaga tertentu. Iklan? Betul sekali. Inilah timbal balik yang ditawarkan LewatMana.com bagi pemilik bisnis yang mengizinkan bangunannya dipasangi kamera.
Minimal ada dua manfaat yang dapat diperoleh pemilik bisnis: strategi brand awareness dan penerapan marketing psychology. Dengan memajang logo atau nama bisnis di bawah foto/video, merek dagangnya bakal semakin diingat pengguna LewatMana.com. “Atau bisa saja yang awalnya tidak tahu menjadi tahu akan keberadaan toko tersebut di jalan itu,” tukas Hendry.
Untuk psikologi pemasaran, pria 39 tahun ini memaparkan, kebaikan hati pemilik bisnis akan menanamkan kesan positif di hati pengguna jalan. “Minimal mereka akan tergerak untuk mampir sesekali jika butuh barang atau layanan yang pemilik bisnis sediakan,” ucapnya.
Situs LewatMana.com masih tergolong belia. Usianya belum genap satu tahun. Konsep bisnis yang mereka tawarkan pun tergolong baru dan belum disadari betul potensinya. Ini yang menjadi batu sandungan para staf pemasaran (canvassing) dalam mendekati para pemilik bisnis. Padahal kerja sama dengan tim tersebut sangat mudah. Instalasi kamera, setting jaringan, dan pemeliharaan bakal dibantu secara cuma-cuma oleh pengelola LewatMana.com.
Sosialisasi kepada publik dan pelaku bisnis ini yang menjadi langkah besar Hendry dan kawan-kawan tahun 2010. Peningkatan layanan bagi pengguna juga tidak dilupakan. Hendry menargetkan penambahan jumlah kamera hingga dua kali lipat, bahkan mencapai kota-kota selain Jakarta dengan menggamit mitra lokal.
Feature lain yang sedang digodok misalnya forum komunitas pengguna jalan, personalisasi oleh masing-masing pengguna, direktori tempat, dan rekomendasi rute. Versi mobile LewatMana.com juga sedang dikembangkan lebih canggih sehingga pengguna dapat meng-upload foto dan video – rekaman pandangan mata – langsung dari ponsel.
Ratna merintis karier sebagai wirausaha dengan membuka toko kecil-kecilan di rumahnya. Jualannya cukup unik, beragam aksesoris wanita yang terbuat dari bahan daur ulang. Namun setelah beberapa bulan, usahanya belum menuai sukses. Padahal ia yakin barang-barang yang ia jual orisinal dan pasti menarik minat perempuan-perempuan muda.
Masalahnya ada di promosi. Ratna mengaku belum mengiklankan tokonya secara luas. Maklum, dananya terbatas. Bagaimana caranya untuk bereklame mudah dan murah tetapi efektif?
Manfaatkan dunia maya dan daftarkan usaha ke Urbanesia.com. Situs ini memang mengutamakan fungsi direktori bisnis dan memudahkan kita mencari toko atau usaha yang dibutuhkan. Tidak hanya mendaftar toko berdasarkan nama dan jenis usaha layaknya Yellow Pages, Urbanesia juga berbasis lokasi. Gunanya? Kita bisa tahu toko terdekat yang berada dalam jangkauan kita.
Bahkan tidak hanya toko. Urbanesia juga berguna sebagai direktori kota karena memiliki daftar SPBU, ATM, restoran, sekolah, halte busway, dan tempat publik lainnya.
Selina Limman, co-founder Urbanesia.com, bercerita kepada InfoKomputer. “Waktu itu aku nemu satu toko yang jual baju-baju lucu. Tapi sayang tempatnya agak susah diakses, jadi banyak orang yang nggak tahu,” kisahnya. Ia juga kerap mengalami kesulitan untuk saat ingin membeli sebuah barang yang spesifik di lokasi sekitar.
Berbekal pengalaman memanfaatkan situs-situs seperti Yelp! dan Citysearch saat studi di AS, ide situs direktori bisnis tercetus di otak Selina. Tak dinyana ketika mengobrol dengan rekannya, Natali Ardianto, ia juga punya konsep serupa. Perjumpaan pada tanggal cantik, 8-8-2008, tersebut melahirkan Urbanesia.com yang pertama meluncur bulan Mei 2009.
“Sampai saat ini anggota kami sudah 1300-an (akhir Februari. Red), padahal promosi kami baru mengandalkan mulut ke mulut,” ujar Natali. Sebagian besar anggota masih berstatus sebagai pengguna biasa, tapi tidak sedikit yang sudah mulai membuat profil bisnis milik mereka. “Setiap anggota boleh membuat beberapa bisnis yang berbeda dalam satu akun, tanpa membayar sepeser pun,” imbuh pria bergelar master teknologi informasi Universitas Indonesia ini.
Konsep ini mereka sebut sebagai web berkekuatan user-generated content. Dengan profil usaha yang diunggah sendiri oleh pemiliknya, mereka dapat berkomunikasi dengan konsumen. Apalagi tersedia pula fasilitas testimonial toko. Fungsinya mirip kotak saran. Tapi di sini pemilik bisnis bisa membalas langsung komentar setiap pelanggan. “Inilah kelebihan kami dibanding direktori online lokal lainnya,” kata Selina.
Daya tarik sampingan Urbanesia terletak pada rubrik Urban's Notes yang berisi artikel-artikel seputar gaya hidup dan review tempat kiriman para anggota. Setiap artikel yang dimuat, pengirim bakal memperoleh sejumlah UrPoint. Poin ini juga dapat diperoleh kalau anggota membuat profil bisnis, mengisi testimonial, berbagi info promo, atau aktivitas lain. Nantinya poin yang terkumpul bisa ditukarkan dengan merchandise atau voucher belanja di toko-toko anggota Urbanesia.
Urbanesia juga sudah mulai diincar oleh staf online marketing beberapa perusahaan kelas korporat. Layanan bagi mereka tentu sifatnya tidak gratis, tapi dibarengi layanan bernilai lebih. Antara lain kustomisasi tampilan dan pengelolaan profil. Mereka juga diberi URL khusus, http://www.urbanesia.com/.
Ketika ditanya soal tantangan yang Selina dan Natali rasakan selama ini, jawabannya mirip dengan yang meluncur dari mulut Hendry Soelistyo. “Mengomunisasikan konsep promosi dan pemasaran baru ini kepada para pemilik bisnis,” ucap keduanya.
Namun rencana publikasi lebih besar telah direncanakan. Salah satunya dalam waktu dekat, Urbanesia akan berpartisipasi dalam launching sebuah raksasa layanan Internet asal AS di Indonesia. Setelah itu, Selina dan Natali bakal mengembangkan layanan situs ini. Misalnya, penyempurnaan mobile features dan penambahan fasilitas rute ke tempat tujuan. Mereka juga telah menyediakan API (Application Programming Interface) bagi web developer lain yang tertarik.
“Rencana kami masih banyak. Yang terealisasi saat ini baru 30% dari keseluruhan grand design,” ujar Natali menutup pembicaraan dengan nada optimis.
Koprol
Anda penggemar situs media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Plurk? Pernah membayangkan jika beberapa feature andalan ketiganya digabungkan ke dalam satu situs? Kurang lebih seperti itulah Koprol.
Namun tidak sekadar itu. Koprol justru punya feature unggulan yang sampai saat ini belum dimiliki tiga media sosial tersebut: informasi lokasi. Pengguna dapat check-in ke suatu tempat, memberitahu posisinya kepada teman-teman, sekaligus mengetahui orang-orang yang sedang berada di tempat tersebut. Review singkat juga bisa ditulis pengguna. Beberapa kota besar di Indonesia sudah memiliki daftar tempat yang cukup lengkap. Tapi jika tempat yang dituju belum ada dalam daftar, kita tinggal mengusulkan kepada admin.
“Inspirasi datang dari kebiasaan masyarakat kita, terutama di kota-kota besar, yang mobilitasnya tinggi. Rajin berpindah posisi dari satu tempat ke tempat lainnya,” ujar Satya Witoelar (Chief Creative Officer) ketika ditemui InfoKomputer. Ia terjun di SkyEight, software house yang membidani lahirnya Koprol, setelah diajak Fajar A. Budiprasetyo (Chief Executive Officer) dan Daniel Armanto (Chief Technical Officer), kedua rekannya yang baru pulang dari studi di Amerika Serikat.
Koprol bisa dibilang proyek idealisme pribadi ketiga pria ini. Sejak awal konsepsi tahun 2008 dan peluncuran secara bertahap ke publik Februari 2009, situs ini belum dikomersialkan. Sumber dana mereka peroleh dari proyek-proyek utama SkyEight, seperti ERP, aplikasi web, dan aplikasi Facebook. “Setelah sekian lama 'disetir' oleh kebutuhan klien, di Koprol kamilah yang memegang kendali,” kata Fajar.
Biarpun idealis, tentu saja tetap ada konsep bisnis yang mereka rancang untuk memberi pemasukan pada masa depan. “Targeted advertising, itulah tawaran kami bagi para pemilik bisnis,” ungkap Satya.
Ya, 35 ribu lebih pengguna Koprol (akhir Februari. Red) merupakan target empuk para pengiklan. Namun bukan dengan cara standar seperti memasang banner atau spot iklan yang mengganggu kenyamanan pengguna. Para chief Koprol menjanjikan cara promosi yang lebih tepat sasaran bagi pemilik bisnis sekaligus penawaran yang lebih bermanfaat bagi pengguna.
“Jika seseorang check-in di Pondok Indah Mal, ia akan memperoleh pesan atau SMS otomatis mengenai promosi atau event yang sedang berlangsung di situ,” Fajar memberi contoh. Pesan yang dikirimkan pun bisa disesuaikan tergantung jenis kelamin, usia, kesukaan, atau kebiasaan pengguna tertentu. Hal ini mungkin tercapai berkat user profiling yang sudah dikerjakan sejak beberapa waktu lalu.
Bagi para pemilik usaha yang ingin beriklan di Koprol, nanti akan disediakan akun khusus berlabel business account. Tersedia variasi akun, mulai dari yang gratis – diutamakan bagi UKM dan pebisnis pemula – hingga berbayar. Tentu fasilitasnya akan berbeda.
Hanya diakui, perkembangan mereka kerap terhambat oleh masalah klasik: kekurangan sumber daya manusia dan finansial. Sekarang saja tim pengembang Koprol yang tergolong 'pasukan inti' hanya berjumlah enam orang.
Oleh karena itu, mereka membuka pintu kerja sama bagi web developer lokal lain. “Kita harus mau saling belajar, dari sisi model bisnis, teknis, dan cara memahami kemauan pengguna,” tukas Fajar.
Pertanyaan pamungkas: kenapa memilih nama Koprol? Rupanya nama unik ini dipilih karena faktor bahasa yang netral, tidak identik dengan bahasa Indonesia ataupun Inggris, sehingga bisa dipahami pengguna dari negara manapun. “Tapi alasan lainnya sih, koprol sebetulnya bahasa slang yang akrab dipakai warga Jakarta untuk menunjukkan aktivitas berpindah tempat,” tutur Satya.
“Kalau kata orang: koprol aja nyampe,” pungkas Fajar.
Apa Kata Mereka?
“Kekuatan Koprol adalah ia mengikuti pola pergaulan orang Indonesia, khususnya kaum muda di kota besar. Pengetahuan lokal mengenai tempat makan dan tempat gaul menjadi kekuatan. Terutama dengan adanya rating system sederhana untuk menjadi panduan orang di tiap lokasi. Tantangan utama Koprol adalah basis keanggotaan yang belum besar sekali. Tapi komunitas Koprol tumbuh cepat, dengan suasana yang lebih selektif dan ramah dibandingkan dengan (web. Red) service (lain. Red) yang ramai sekali.”
Wimar Witoelar (pakar komunikasi, kolumnis Perspektif Online)
“Location-based web service sudah seharusnya jadi tren, karena beberapa alasan. Faktor ekonomi membuat rata-rata pengguna memilih untuk berlangganan internet di ponsel. Selain itu gaya hidup modern yang serbacepat membuat kebutuhan akses informasi serbainstan, atau on-demand. Salah satunya untuk mengecek harga barang atau promo di sekitar kita, selagi di jalan.
Untuk urusan online marketing, bila jumlah pelanggan internet (di ponsel) semakin meningkat, sudah sepantasnya para pemilik bisnis eksis dalam location-based web service tadi. Hal ini akan sangat bermanfaat apabila lokasi bisnis Anda secara geografis tidak menguntungkan. Misalnya: sebuah toko elektronik yang berlokasi di belakang sebuah mal, tapi masih punya stok BlackBerry Onyx yang lagi dicari, dengan harga miring pula. Mampir ah!”
Ivan Sielegar (pemerhati online marketing, co-blogger NavinoT.com)
“Location-based service merupakan salah satu bridging yang potensial supaya brand bisa masuk secara langsung ke audiens. Terutama untuk bisnis yang bersifat brick (misal: restoran, toko, bengkel). Semua tinggal tergantung model bisnis dan juga pendekatan unik yang diberikan penyedia layanan location-based kepada audiensnya. Ke depan, saya melihat akan muncul penyedia layanan semacam ini yang lebih spesifik untuk menjangkau target audience yang khusus dan lebih kecil.”
Rama Mamuaya (web developer, pendiri blog Dailysocial.net)
You Might Also Like :
0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar, pertanyaan, serta saran dan kritik