Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Rabu, 29 September 2010

Kesaksian Pelaku G30S (Bagian 3 - Habis)


06.15 | , , , ,


Tapi ternyata PKI tidak terpancing.


Karena itu dilancarkan provokasi berikutnya, yaitu berupa isu tentang Dewan Jenderal. Isu ini, menurut Soebandrio, dimulai dengan isu tentang rencana sumbangan persenjataan gratis dari RRT, yang akan ditampung lewat Angkatan V. Tapi senjata belum dikirim, dan Presiden Soekarno juga belum memerinci bentuk Angkatan V itu. Mengapa belum? Mungkin karena ternyata Menpangad A. Yani tidak menyetujui gagasan pembentukan Angkatan V. Apalagi pendirian Yani ini juga didukung para perwira, mereka menganggap empat angkatan sudah cukup.

Lalu berkembanglah isu tentang sekelompok perwira AD yang tak puas kepada presiden, sehingga mereka disebut sebagai “Dewan Jenderal”. Diisukan pula, Dewan Jenderal akan melakukan kup.

Rupanya Untung terpancing oleh isu terakhir ini. Ia menjadi gelisah. Ia ingin mendahului gerakan Dewan Jenderal, dengan cara menangkap mereka. Rencana itu disampaikannya kepada Soeharto. Dan, seperti di atas sudah dikemukakan, Soeharto mendukung dan bahkan menjanjikan bantuan pasukan dari daerah.

Ketika Soebandrio kemudian menanya Yani tentang Dewan Jenderal, yang ditanya menjawab enteng: Dewan itu memang ada. Tapi tugasnya mengatur jenjang dan kepangkatan di dalam ABRI. Bukan untuk kudeta. Belakangan, akhir September 1965, Soebandrio mendapat info dari empat orang sipil, yakni dua orang NU bernama Muchlis Bratanata dan Nawawi Nasution, serta dua orang IPKI, yaitu Sumantri dan Agus Herman Simatupang.

Mereka berempat menceritakan tentang adanya rapat Dewan Jenderal pada 21 September di Gedung Akademi Hukum Militer di Jakarta. Rekaman rapat itu pun mereka membawanya. Rekaman lalu diserahkan Soebandrio kepada Bung Karno. Tapi Soebandrio curiga, mengapa rencana yang sangat rahasia itu bisa bocor pada empat orang sipil? Soebandrio menarik kesimpulan, itu tidak lain untuk memprovokasi, dan karenanya rekaman itu palsu. “Bisa-bisa untuk mempengaruhi Untung, agar terus meyakini adanya Dewan Jenderal itu.” Kata Soebandrio.

Nyaris bersamaan waktu ketika itu beredar pula “Dokumen Gilchrist”. Ini sebuah telegram rahasia Dubes Inggris di Jakarta, Sir Andrew Gilchrist, kepada Deplu Inggris. Isinya pesan tentang dukungan Inggris terhadap usaha penggulingan Soekarno, yang akan dilakukan oleh “our local army friend”. Isu ini mendapat dasarnya yang sangat kuat, yaitu ketegangan hubungan RI-Inggris, sehubungan dengan pembentukan negara federasi “Malaysia”, yang di mata pemerintah RI dilihat sebagai “proyek nekolim” Inggris. “Battle Cry” para pemuda demonstran ketika itu sebuah lagu mars terkenal di jaman Jepang: “Awaslah Inggris dan Amerika! Musuh seluruh dunia ...”

Namun Soebandrio juga curiga, karena dokumen ini berasal dari rumah Bill Palmer, seorang Amerika yang tinggal di Jakarta, dan selama itu lebih dikenal sebagai orang yang suka mengedarkan film porno, bahkan kerap didemonstrasi ormas pemuda.

Di pihak lain Soeharto juga bermain dengan isu Dewan Jenderal. Diutusnya Yoga Sugomo mendatangi Mayjen S. Parman, dengan pesan agar ia berhati-hati, karena terdengar isu akan terjadi penculikan terhadap beberapa jenderal. Ternyata Parman tidak begitu mempercayai pesan itu. Dalam penilaian Soebandrio, sebetulnya Soeharto memang hanya ingin memancing reaksi Parman, tokoh yang dekat dengan Yani. Dengan reaksi Parman yang demikian, Soeharto menjadi tahu tentang kelompok Yani yang sama sekali belum siap menghadapi kemungkinan terjadinya penculikan.

Puncak Provokasi

Ketika G30S meletus, Soebandrio sedang terbang ke Medan. Ia menerima telepon Presiden pada 2 Oktober, yang memerintahkan agar segera kembali ke Jakarta. Diberitakannya tentang peristiwa hebat yang terjadi di Jakarta sehari sebelumnya. Soebandrio segera mengerahkan intel BPI (Badan Pusat Intelijen) mengumpulkan informasi.

Menurut versi Soeharto, menjelang dini hari 1 Oktober 1965, ia tinggalkan anaknya Tommy di RSPAD Jakarta, dan pulang ke rumahnya di Jalan H. Agus Salim. Soeharto sendiri mengendarai jip Toyota, lewat depan Markas Kostrad di Jalan Merdeka Timur. Ia mengaku di sana terasa suasana yang tidak biasa, tampak berkumpul banyak pasukan. Tapi, melihat itu, Soeharto terus lewat saja tanpa hirau pada pasukan yang banyak berkumpul di Monas.

Tiba di rumah, Soeharto — seperti versi yang telah banyak beredar — lalu tidur. Pagi harinya, pukul 05.30, ia mengaku dibangunkan seorang tetangga, dan diberitahu tentang penculikan beberapa jenderal. Ia lalu pergi ke Markas Kostrad.

Bagi Soebandrio, pengakuan Soeharto ini luar biasa aneh. Saat Jakarta tegang, ia menyetir mobil sendirian. Di Jalan Merdeka Timur ia pun tidak ingin tahu, mengapa banyak prajurit berkumpul lewat tengah malam itu. Lalu, pagi hari pukul 05.30, siapa yang sudah tahu tentang adanya penculikan para jenderal? Saat itu, menurut Soebandrio, belum ada berita televisi menyiarkan. RRI pun baru menyiarkannya pada pukul 07.00.

Kesimpulan Soebandrio, Soeharto sudah tahu mengapa pasukan itu berkumpul di Monas. Soebandrio: “Ingat, Soeharto menawarkan bantuan pasukan yang diterima dengan senang hati oleh Untung.” Lagi pula, baru beberapa jam sebelumnya di RSPAD, Latief melaporkan tentang rencana penculikan itu.”

Yang sebenarnya terjadi, menurut rekonstruksi Soebandrio, dari RSPAD Soeharto langsung ke Makostrad untuk memberi pengarahan operasi pengambilan para jenderal. Namun dalam perspektif Soeharto, masa hidup G30S ditentukan oleh masa kegunaannya saja. Maka sesudah para jenderal dibantai, habislah masa kegunaan G30S. Meskipun Untung, Latief, dan Soepardjo berupaya ingin mempertahankan kelanggengan G30S, namun umurnya hanya beberapa jam saja, sesuai dengan rancangan Soeharto.

Setelah itu G30S diburu dan dihabisi. “Dengan melikuidasi G30S, itu mengesankan Soeharto setia kepada atasannya, Yani dan teman-temannya yang telah dibunuh oleh gerakan. Soeharto tampil sebagai pahlawan,” tutur Soebandrio. Hanya beberapa jam setelah para jenderal dibunuh, sekitar pukul 11.00, 1 Oktober 1965, Presiden Soekarno dari Bandara Halim mengirim radiogram ke Mabes ABRI, yang intinya semua pasukan hanya boleh bergerak atas perintah Presiden selaku Panglima Tertinggi ABRI. Juga diperintahkan agar pertumpahan darah dihentikan.

Instruksi itu ditafsirkan Soeharto, bahwa gerakan Untung dan kawan-kawan yang membunuh para jenderal tidak didukung Presiden. Soeharto segera menyambut Instruksi Presiden dengan memerintahkan anak buahnya untuk menangkap Untung dan kawan-kawan. Beberapa hari kemudian Aidit ditembak mati oleh Kolonel Yasir Hadibroto di Brebes Jawa Tengah. “Soeharto memang memerintahkan Aidit dihabisi. Dengan begitu, ia tidak dapat berbicara yang sebenarnya,” urai Soebandrio.

Soebandrio ingin menyangkal versi AD selama ini, bahwa peristiwa berdarah pagi buta 1 Oktober 1965 itu sebuah kudeta yang didalangi PKI. Menurut Soebandrio peristiwa itu merupakan provokasi, yang didalangi jenderal-jenderal AD dan didukung imperialis internasional, yang dilaksanakan secara licik dan efektif oleh Pangkostrad Mayjen Soeharto. Esoknya, 2 Oktober, didampingi Yoga, Soeharto mendatangi Bung Karno di Istana Bogor. Tujuannya menolak pengangkatan Mayjen Pranoto Reksosamodra sebagai pelaksana Menpangad, menggantikan Yani. Soeharto juga minta agar ia diberi kuasa untuk memulihkan keamanan, dan agar Presiden menindak pimpinan AURI yang diduga terlibat G30S.

Perundingan berjalan alot selama lima jam. Akhirnya Soekarno memberikan surat kuasa seperti yang diminta Soeharto. Ia menjadi Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Menurut Soebandrio inilah awal kemenangan Soeharto dari seluruh rangkaian proses yang disebutnya sebagai “kudeta merangkak” itu.

Esoknya, 3 Oktober 1965, pembantaian terhadap anggota PKI, yang dituduh mendalangi G30S, dan keluarganya dimulai. Indonesia banjir darah. Soebandrio: “Ada yang menyebut 800.000 orang. Pernyataan Sarwo Edhie, Komandan RPKAD, malah menyebut tiga juta jiwa.”

Sumber : mangdin.blogspot.com


You Might Also Like :


1 komentar:

Secret-Me mengatakan...

Oowh jadi dy Pelakunya ,,

Kunjungan perdana gan ..

Berkunjung balik ya :)

Posting Komentar

Tuliskan komentar, pertanyaan, serta saran dan kritik